Selasa, 14 Juni 2016

Analisa Kasus Keadilan & Kasus Kepercayaan


KEADILAN



Kisah Pilu Korban Pemerkosaan yang Kasusnya Dihentikan Polisi

Mojokerto - Kasus kekerasan seksual tak hanya menyasar perempuan normal. Seorang warga Mojokerto yang menderita autis sejak lahir, diperkosa tiga orang tetangganya hingga hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ironisnya, tak seorang pun dari pelaku yang diadili. Polisi justru mengeluarkan surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus ini.
Ibu korban mengatakan, kisah pilu yang menimpa sang anak terjadi 2015 lalu. Lantaran harus bekerja ke Samarinda, Kalimantan Timur, ibu tiga anak ini terpaksa menitipkan korban ke tetangganya, A Shocib. Pria yang sudah beristri itu mengontrak rumah sang ibu."Saat itu dia mau saya titipkan ke panti asuhan. Namun, oleh Shocib dilarang. Dia bilang biar dia saja yang merawat selama saya di Kalimantan," kata sang ibu saat berbincang dengan detikcom di rumahnya, Rabu (1/6/2016). Bukannya merawat dengan baik, Shocib justru tega menggauli anaknya sampai berulang kali. Perbuatan bejat itu dilakukan Shocib saat istrinya kerja. Perempuan bertubuh mungil yang sejak lahir mengalami keterbelakangan mental itu tak berdaya. Shocib juga mengajak tetangga lainnya, Achmad Sudja'i dan Todjo Gasmono. Hampir setiap pagi, Sudja'i yang tak bisa jalan itu memanggil korban ke rumahnya. Pria yang telah ditinggalkan istrinya itu selalu menyuruh korban untuk belanja kebutuhan pokok ke warung. Perbuatan bejat ketiga pria itu terbongkar pada Desember 2015. Korban yang belum pernah menikah itu kerap muntah-muntah. Setelah diperiksakan ke bidan desa, ternyata dia berbadan dua.
"Tanggal 4 Desember saya melapor ke Polres Mojokerto. Namun, sampai saat ini tak jelas kelanjutannya. Harapan saya, pelakunya dihukum seberat-beratnya. Anak saya tak mengerti apa-apa harus merawat bayi. Kami mohon agar ada keadilan," tandasnya. Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Budi Santoso menjelaskan, pihaknya sudah meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. Berkas penyidikan pun berulang kali dia limpahkan ke Kejari Mojokerto. Lantaran tak ada dasar hukum yang kuat, berkas perkara ini berulang kali pula dikembalikan oleh kejaksaan. Pihaknya terpaksa mengeluarkan surat SP3. "Tidak ada dasar hukum untuk memidanakan para pelaku. Yang perempuan kan usianya sudah dewasa dan dilakukan atas dasar suka sama suka. Maka kami keluarkan SP3 dalam kasus ini. Itu diperkuat dengan keterangan ahli dari Unair dan Unibraw," tegasnya.
Penghentian kasus ini dipandang janggal oleh Edi Yusef, kuasa hukum korban. Menurut dia, kendati korban berusia dewasa, para tersangka bisa dijerat dengan Pasal 286 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang Pemerkosaan. Pasalnya, korban yang mengalami keterbelakangan mental tergolong sebagai pihak yang tak berdaya. "Kami berpedoman terhadap putusan MA Nomor 377/Pid.B/2011/PN.BB Tahun 2011 sebagai Yurisprudensi. MA pernah memutus bersalah terdakwa yang memerkosa korban dengan keterbelakangan mental. Itu harusnya menjadi acuan. Kami juga sudah menunjukkan hasil tes psikologi korban ke polisi bahwa korban ini mengalami keterbelakangan mental," terangnya. Edi berharap, polisi tak tebang pilih dalam menegakkan keadilan. Dia berharap agar proses hukum tetap jalan sehingga kasus serupa tak kembali terulang.

Usai diperkosa oleh ketiga pelaku, korban mengalami trauma hingga takut bergaul dengan orang lain. Sementara keterbelakangan mental membuatnya tak bisa merawat anak laki-laki yang dia lahirkan empat bulan yang lalu. Korban setiap harinya hanya terlihat murung dan pendiam.
(iwd/iwd)

Analisa
Dari apa yang telah kit abaca pada berita tersebut, dapat dilihat bahwa penegakan hokum di Indonesia sangatlah tidak tidak tegas. Wanita tersebut telah diperkosa oleh 3 pria hingga hamil, namun polisi malah menghentikan penyelidikan terhadap kasusnya. Ada pernyataan polisi yang menyatakan bahwa “Tidak ada dasar hukum untuk memidanakan para pelaku. Yang perempuan kan usianya sudah dewasa dan dilakukan atas dasar suka sama suka.”, memang memang wanita tersebut telah dewasa namun ia memiliki keterbelakanngan mental yang membuatnya tidak mengerti apa-apa. Seperti yang telah dikatakan oleh Edi Yusef bahwa keterbelakangan metal yang dimiliki oleh korban harusnya menjadi acuan yang kuat untuk menuntaskan kasus ini.

Pendapat
Retardasi mental (RM) atau keterbelakangan mental atau yang sekarang memakai istilah disabilitas intelektual (DI) adalah keadaan dengan tingkat kecerdasan yang di bawah rata-rata atau kurangnya kemampuan mental dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Jelas sekali dikatakan bahwa orang yang mengalami keterbelakangan mental, kemampuannya dalam menjalankan hidup sangat kurang. Kasus ini harusnya ditangani secara serius, mengingat bahwa sekarang sekarang ini banyak sekali kasus-kasus sepele dari kalangan artis tanah air yang diangkat menjadi sebuah perbincangan besar. Jika kasus-kasus sepele seperti penghinaan haters terhadap public figure saja bisa dituntaskan bahkan hingga heboh diperbincangkan, mengapa kasus seperti ini malah dihentikan penyidikannya? Dimana keadilan hokum negeri ini? Apakah hukum hanya berlaku utnuk orang-orang yang memiliki uang? Jabatan? Serta nama yang besar?
Hukum harusnya diciptakan untuk menegakkan keadilan bagi siapun. Baik dari golongan orang kaya ataupun miskin.

Solusi
                Pemerintah bisa mempertegas hukum. Seperti pada kasus ini, korbannya adalah orang yang memiliki keterbelakangan mental. Mungkin pemerintah dapat menambahkan undang-undang yang dikhusus bagi para penyandang keterbelakangan mental ataupun disabilitas. Karena di zaman ini, orang yang memiliki kelainan mental menurut saya kurang mendapat perhatian  khusus dari pemerintah. Serta kasus pemerkosaan ini juga harusnya diselesaikan, apapun bentuknya. Indonesia saat ini sedang maraknya kasus pemerkosaan, jika tidak disepelekan maka kasus seperti ini akan semakin menjamur.







KEPERCAYAAN




Aceh Membara Disulut Konflik Agama

Konflik mengatasnamakan agama di Aceh menyebabkan seorang tewas dan sebuah gereja hangus dibakar ratusan orang. Bentrokan dipicu sengketa ijin mendirikan bangunan gereja di kawasan itu.
Kerusuhan pecah setelah massa yang terdiri dari sekitar 600 orang membakar sebuah gereja Protestan dan bergerak ke gereja kedua. Demikian keterangan Kepala Kepolisian Aceh Husein Hamidi kepada wartawan Di sana mereka dihadang sekelompok warga Kristen yang sudah siap siaga bersama polisi dan militer.
Dalam bentrokan seorang tewas akibat terkena tembakan, sementara empat lainnya cedera akibat lemparan batu. Polisi dan tentara dikerahkan untuk mengatasi bentrokan, dan salah seorang yang cedera adalah anggota militer. Demikian keterangan Kapolda Hamidi. Wawancara dengan Hamidi juga bisa diikuti dalam rangkaian berita lewat tautan YouTube berikut.
Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, setiap gereja di kawasan Aceh selatan sudah dijaga militer dan polisi. Namun karena jumlah gereja banyak dan aparat terbatas, hanya 20 aparat keamanan ditempatkan di tiap gereja, sementara kelompok yang menyerang jumlahnya ratusan orang
Bentrokan menyusul demonstrasi pekan lalu
Bentrokan terjadi menyusul demonstrasi yang terjadi pekan lalu, di mana sekelompok remaja Muslim menuntut pemerintah lokal membongkar sejumlah gereja yang menurut mereka didirikan dan beroperasi secara ilegal karena tidak memiliki surat izin bangunan. Pemerintah lokal sudah menyatakan akan menangani masalah dengan membongkar 21 gereja.
"Tetapi ketegangan yang sudah berlangsung sejak pekan lalu kemudian pecah menjadi aksi kekerasan, setelah sekelompok orang memutuskan mengambil langkah sendiri atas gereja-gereja tersebut", ujar Kepala Kepolisian Aceh Husein Hamidi. Sekarang situasi sudah mulai tenang, dan aparat keamanan menahan 30 orang untuk dimintai keterangan, ditambahkan Hamidi.
Selasa (13/10) malam Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan, pembakaran gereja di Aceh adalah aksi yang sudah direncanakan. Orang-orang yang ditahan masih diperiksa keterlibatannya, kata Kapolri. Ia berjanji, akan mengambil tindakan tegas.

Analisa
            Kasus ini terjadi karena adanya kurangnya rasa toleransi antar umat beragama di antara sesama manusia, khususnya di Aceh. Aceh terkenal dengan sebutan serambi makkah, yang artinya islam sangat kental disana. Dari kasus diatas, kita dapat mengetahui bahwa agama islam sebagai mayoritas tidak menginginkan adanya agama lain, terutama karena di Aceh agama islam mengakar sebagai kebudayaan disana. Oleh karena itu mereka menekan agama lain yang ingin dan yang telah tinggal di Aceh.
            Peran pemerintah dalam isu ini juga sangat vital. Pemerintah seharusnya dapat mengantisipasi perbedaan agama di Aceh. Terutama Aceh sebagai serambi Makkah. Terjadinya kasus ini menandakan sangat kurangnya peran pemerintah.

Pendapat
            Seharusnya kasus ini sudah dapat ditangani dengan sigap. Sebab kasus ini sangat sensitif dan sudah sering terjadi. Pemerintah kurang tanggap terhadap isu-isu yang berkaitan dengan SARA. Pendidikan kepada masyarakat mengenai moral sangat berperan disini.

Solusi
Pemerintah pusat harus memberikan instruksi kepada pemerintah daerah agar dapat menangani isu seperti ini. Tidak boleh ada lagi kaum mayoritas dan minoritas. Pendidikan sejak dini mengenai moralitas sudah harus di rencanakan dan menjadi prioritas bagi bangsa ini. Jika pendidikan ini berjalan dengan baik dan sesuai dengan prosedur bukan tidak mungkin akan terjadi keharmonisan terutama dalam kehidupan beragama.



(artikel ini saya buat, guna menyelesaikan tugas kuliah sesuai pandangan saya)