KEADILAN
Kisah Pilu Korban Pemerkosaan yang
Kasusnya Dihentikan Polisi
Mojokerto - Kasus
kekerasan seksual tak hanya menyasar perempuan normal. Seorang warga Mojokerto
yang menderita autis sejak lahir, diperkosa tiga orang tetangganya hingga hamil
dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ironisnya, tak seorang pun dari pelaku
yang diadili. Polisi justru mengeluarkan surat Perintah Penghentian Penyidikan
(SP3) atas kasus ini.
Ibu korban mengatakan, kisah pilu
yang menimpa sang anak terjadi 2015 lalu. Lantaran harus bekerja ke Samarinda,
Kalimantan Timur, ibu tiga anak ini terpaksa menitipkan korban ke tetangganya,
A Shocib. Pria yang sudah beristri itu mengontrak rumah sang ibu."Saat itu
dia mau saya titipkan ke panti asuhan. Namun, oleh Shocib dilarang. Dia bilang
biar dia saja yang merawat selama saya di Kalimantan," kata sang ibu saat
berbincang dengan detikcom di rumahnya, Rabu (1/6/2016). Bukannya merawat
dengan baik, Shocib justru tega menggauli anaknya sampai berulang kali.
Perbuatan bejat itu dilakukan Shocib saat istrinya kerja. Perempuan bertubuh
mungil yang sejak lahir mengalami keterbelakangan mental itu tak berdaya.
Shocib juga mengajak tetangga lainnya, Achmad Sudja'i dan Todjo Gasmono. Hampir
setiap pagi, Sudja'i yang tak bisa jalan itu memanggil korban ke rumahnya. Pria
yang telah ditinggalkan istrinya itu selalu menyuruh korban untuk belanja
kebutuhan pokok ke warung. Perbuatan bejat ketiga pria itu terbongkar pada
Desember 2015. Korban yang belum pernah menikah itu kerap muntah-muntah. Setelah
diperiksakan ke bidan desa, ternyata dia berbadan dua.
"Tanggal 4 Desember saya
melapor ke Polres Mojokerto. Namun, sampai saat ini tak jelas kelanjutannya.
Harapan saya, pelakunya dihukum seberat-beratnya. Anak saya tak mengerti
apa-apa harus merawat bayi. Kami mohon agar ada keadilan," tandasnya.
Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Budi Santoso menjelaskan, pihaknya sudah
meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan. Berkas penyidikan pun berulang kali
dia limpahkan ke Kejari Mojokerto. Lantaran tak ada dasar hukum yang kuat,
berkas perkara ini berulang kali pula dikembalikan oleh kejaksaan. Pihaknya
terpaksa mengeluarkan surat SP3. "Tidak ada dasar hukum untuk memidanakan
para pelaku. Yang perempuan kan usianya sudah dewasa dan dilakukan atas dasar suka
sama suka. Maka kami keluarkan SP3 dalam kasus ini. Itu diperkuat dengan
keterangan ahli dari Unair dan Unibraw," tegasnya.
Penghentian kasus ini dipandang
janggal oleh Edi Yusef, kuasa hukum korban. Menurut dia, kendati korban berusia
dewasa, para tersangka bisa dijerat dengan Pasal 286 juncto Pasal 64 ayat (1)
KUHP tentang Pemerkosaan. Pasalnya, korban yang mengalami keterbelakangan
mental tergolong sebagai pihak yang tak berdaya. "Kami berpedoman terhadap
putusan MA Nomor 377/Pid.B/2011/PN.BB Tahun 2011 sebagai Yurisprudensi. MA
pernah memutus bersalah terdakwa yang memerkosa korban dengan keterbelakangan
mental. Itu harusnya menjadi acuan. Kami juga sudah menunjukkan hasil tes
psikologi korban ke polisi bahwa korban ini mengalami keterbelakangan mental,"
terangnya. Edi berharap, polisi tak tebang pilih dalam menegakkan keadilan. Dia
berharap agar proses hukum tetap jalan sehingga kasus serupa tak kembali
terulang.
Usai diperkosa oleh ketiga pelaku, korban mengalami trauma hingga takut bergaul
dengan orang lain. Sementara keterbelakangan mental membuatnya tak bisa merawat
anak laki-laki yang dia lahirkan empat bulan yang lalu. Korban setiap harinya
hanya terlihat murung dan pendiam.
(iwd/iwd)
Analisa
Dari apa yang telah kit abaca
pada berita tersebut, dapat dilihat bahwa penegakan hokum di Indonesia
sangatlah tidak tidak tegas. Wanita tersebut telah diperkosa oleh 3 pria hingga
hamil, namun polisi malah menghentikan penyelidikan terhadap kasusnya. Ada
pernyataan polisi yang menyatakan bahwa “Tidak ada dasar hukum untuk
memidanakan para pelaku. Yang perempuan kan usianya sudah dewasa dan dilakukan
atas dasar suka sama suka.”, memang memang wanita tersebut telah dewasa namun
ia memiliki keterbelakanngan mental yang membuatnya tidak mengerti apa-apa.
Seperti yang telah dikatakan oleh Edi Yusef bahwa keterbelakangan metal yang
dimiliki oleh korban harusnya menjadi acuan yang kuat untuk menuntaskan kasus
ini.
Pendapat
Retardasi mental (RM) atau keterbelakangan
mental atau yang sekarang memakai istilah disabilitas intelektual (DI)
adalah keadaan dengan tingkat kecerdasan yang di bawah rata-rata atau kurangnya
kemampuan mental dan
keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.
Jelas sekali dikatakan bahwa
orang yang mengalami keterbelakangan mental, kemampuannya dalam menjalankan
hidup sangat kurang. Kasus ini harusnya ditangani secara serius, mengingat
bahwa sekarang sekarang ini banyak sekali kasus-kasus sepele dari kalangan
artis tanah air yang diangkat menjadi sebuah perbincangan besar. Jika
kasus-kasus sepele seperti penghinaan haters
terhadap public figure saja bisa dituntaskan bahkan hingga heboh
diperbincangkan, mengapa kasus seperti ini malah dihentikan penyidikannya?
Dimana keadilan hokum negeri ini? Apakah hukum hanya berlaku utnuk orang-orang
yang memiliki uang? Jabatan? Serta nama yang besar?
Hukum harusnya diciptakan untuk
menegakkan keadilan bagi siapun. Baik dari golongan orang kaya ataupun miskin.
Solusi
Pemerintah
bisa mempertegas hukum. Seperti pada kasus ini, korbannya adalah orang yang
memiliki keterbelakangan mental. Mungkin pemerintah dapat menambahkan
undang-undang yang dikhusus bagi para penyandang keterbelakangan mental ataupun
disabilitas. Karena di zaman ini, orang yang memiliki kelainan mental menurut saya
kurang mendapat perhatian khusus dari
pemerintah. Serta kasus pemerkosaan ini juga harusnya diselesaikan, apapun
bentuknya. Indonesia saat ini sedang maraknya kasus pemerkosaan, jika tidak
disepelekan maka kasus seperti ini akan semakin menjamur.
KEPERCAYAAN
Aceh Membara Disulut Konflik Agama
Konflik
mengatasnamakan agama di Aceh menyebabkan seorang tewas dan sebuah gereja
hangus dibakar ratusan orang. Bentrokan dipicu sengketa ijin mendirikan
bangunan gereja di kawasan itu.
Kerusuhan
pecah setelah massa yang terdiri dari sekitar 600 orang membakar sebuah gereja
Protestan dan bergerak ke gereja kedua. Demikian keterangan Kepala Kepolisian
Aceh Husein Hamidi kepada wartawan Di sana mereka dihadang sekelompok warga
Kristen yang sudah siap siaga bersama polisi dan militer.
Dalam
bentrokan seorang tewas akibat terkena tembakan, sementara empat lainnya cedera
akibat lemparan batu. Polisi dan tentara dikerahkan untuk mengatasi bentrokan,
dan salah seorang yang cedera adalah anggota militer. Demikian keterangan
Kapolda Hamidi. Wawancara dengan Hamidi juga bisa diikuti dalam rangkaian
berita lewat tautan YouTube berikut.
Menurut
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, setiap gereja di kawasan Aceh selatan sudah
dijaga militer dan polisi. Namun karena jumlah gereja banyak dan aparat
terbatas, hanya 20 aparat keamanan ditempatkan di tiap gereja, sementara
kelompok yang menyerang jumlahnya ratusan orang
Bentrokan menyusul demonstrasi
pekan lalu
Bentrokan terjadi menyusul demonstrasi yang
terjadi pekan lalu, di mana sekelompok remaja Muslim menuntut pemerintah lokal
membongkar sejumlah gereja yang menurut mereka didirikan dan beroperasi secara
ilegal karena tidak memiliki surat izin bangunan. Pemerintah lokal sudah
menyatakan akan menangani masalah dengan membongkar 21 gereja.
"Tetapi ketegangan yang sudah
berlangsung sejak pekan lalu kemudian pecah menjadi aksi kekerasan, setelah
sekelompok orang memutuskan mengambil langkah sendiri atas gereja-gereja
tersebut", ujar Kepala Kepolisian Aceh Husein Hamidi. Sekarang situasi
sudah mulai tenang, dan aparat keamanan menahan 30 orang untuk dimintai
keterangan, ditambahkan Hamidi.
Selasa (13/10) malam Kapolri Jenderal
Badrodin Haiti menyatakan, pembakaran gereja di Aceh adalah aksi yang sudah
direncanakan. Orang-orang yang ditahan masih diperiksa keterlibatannya, kata
Kapolri. Ia berjanji, akan mengambil tindakan tegas.
Analisa
Kasus
ini terjadi karena adanya kurangnya rasa toleransi antar umat beragama di
antara sesama manusia, khususnya di Aceh. Aceh terkenal dengan sebutan serambi
makkah, yang artinya islam sangat kental disana. Dari kasus diatas, kita dapat
mengetahui bahwa agama islam sebagai mayoritas tidak menginginkan adanya agama
lain, terutama karena di Aceh agama islam mengakar sebagai kebudayaan disana.
Oleh karena itu mereka menekan agama lain yang ingin dan yang telah tinggal di
Aceh.
Peran
pemerintah dalam isu ini juga sangat vital. Pemerintah seharusnya dapat
mengantisipasi perbedaan agama di Aceh. Terutama Aceh sebagai serambi Makkah.
Terjadinya kasus ini menandakan sangat kurangnya peran pemerintah.
Pendapat
Seharusnya
kasus ini sudah dapat ditangani dengan sigap. Sebab kasus ini sangat sensitif
dan sudah sering terjadi. Pemerintah kurang tanggap terhadap isu-isu yang
berkaitan dengan SARA. Pendidikan kepada masyarakat mengenai moral sangat
berperan disini.
Solusi
Pemerintah
pusat harus memberikan instruksi kepada pemerintah daerah agar dapat menangani
isu seperti ini. Tidak boleh ada lagi kaum mayoritas dan minoritas. Pendidikan
sejak dini mengenai moralitas sudah harus di rencanakan dan menjadi prioritas
bagi bangsa ini. Jika pendidikan ini berjalan dengan baik dan sesuai dengan
prosedur bukan tidak mungkin akan terjadi keharmonisan terutama dalam kehidupan
beragama.
(artikel ini saya buat, guna menyelesaikan tugas kuliah sesuai pandangan saya)